Rabu, 12 Mei 2010

Profil STT AM

PROFIL

I. LATAR BELAKANG dan SEJARAH BERDIRINYA STTA Merauke

Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Merauke (STTAM) adalah salah satu Sekolah Tinggi Teologi yang ada di Indonesia, khususnya Merauke, yang dimulai dengan visi-misi untuk menjangkau dan mencapai pedesaan (daerah terpencil) di Indonesia khususnya wilayah Papua Selatan dengan Injil Yesus Kristus. Visi-Misi itu dicetuskan dalam satu kalimat To Reach The Unreached People, Menjangkau Mereka yang Belum Terjangkau.” Visi-Misi ini dilandasi oleh semangat untuk melaksanakan Amanat Agung Yesus Kristus (Mat. 28:19-20), yaitu bahwa dunia ini adalah tempat melaksanakan misi Tuhan. Dalam hal ini, Indonesia sebagai Negara yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa ini merupakan lahan yang subur untuk misi Tuhan tersebut melalui Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Merauke (STTAM).

Berbicara mengenai “orang-orang yang belum terjangkau” di sini bukan saja mereka yang digolongkan sebagai “Suku Terasing” tetapi juga mereka yang terabaikan. Dalam hal ini mereka yang terabaikan dalam pemberitaan Injil, Kabar Gembira, Kabar Sukacita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Namun, sebagaimana Firman Tuhan :

Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” ( Rom. 10: 14-15).

Untuk menjawab Firman Tuhan di atas, sejak tahun 1997 kami bekerja sama dengan salah satu Sekolah Tinggi Theologia yang ada di Jakarta untuk mengutus hamba Tuhan-hamba Tuhan, baik Mahasiswa Praktik maupun Alumni ke daerah-daerah Pedalaman Papua..

Seperti diketahui bahwa daerah Papua adalah daerah yang paling timur dalam wilayah Negara Kesatuan RI. Suatu wilayah yang sangat luas dengan kekayaan alam yang melimpah ruah. Namun perlu diakui pula bahwa sekalipun kini Indonesia telah merdeka 65 tahun, banyak masyarakat Papua yang belum bisa menikmati kemerdekaan itu. Buktinya, masih banyak di antara mereka yang masih terasing dan masih hidup secara nomaden/berpindah-pindah yang masih setara dengan zaman batu. Terutama dalam hal pendidikan, belum dapat mereka rasakan, akibat tenaga guru yang ditempatkan pemerintah tidak mau bekerja maksimal dengan berbagai alasan yang tidak dapat diterima dengan akal sehat.

Setelah mengevaluasi kerja sama dalam pengiriman hamba Tuhan-hamba Tuhan seperti yang dikemukakan di atas, ternyata disambut baik oleh masyarakat setempat. Namun di lain pihak ternyata bahwa biaya yang dibutuhkan sangat besar, selain karena Papua adalah daerah paling timur dari NKRI, juga karena medan yang sangat sulit untuk dijangkau. Untuk diketahui bahwa transportasi antar kota di Papua hanya dimungkinkan melalui udara atau Pesawat Terbang. Kalaupun ada transportasi laut, itu sangat minim. Di lain pihak, para Mahasiswa Praktik yang diutus mengalami kesulitan untuk kembali melanjutkan studi, selain karena besarnya biaya yang dibutuhkan, juga karena terkadang warga setempat tidak mau melepas mereka jika tidak ada penggantinya.
Dengan adanya sebagian kecil kesulitan yang Kami paparkan di atas maka kami memutuskan untuk mendirikan sebuah Sekolah Tinggi Teologi di Merauke-Papua. Setelah melalui pergumulan dan berbagai proses, kami berafiliasi dengan Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA) Jakarta dengan membuka Program Studi D-2 Teologi da D-2 Pendidikan Agama Kristen (PAK), yang telah memulai kegiatan perkuliahan sejak 6 September 2005 dan diresmikan pada tanggal 27 September 2005.

Namun setelah menamatkan 3 angkatan, kami merasa bahwa itupun masih sulit karena membutuhkan biaya yang besar pula untuk mengikuti wisuda di Jakarta. Maka menurut hemat kami, akan lebih baik jika semua kegiatan perkuliahan hingga penamatan dilakukan di Merauke. Untuk itu kami mendirikan Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Merauke (STTAM). Adapun nama Arastamar kami gunakan karena kami terinspirasi dari filosofi dan misi sekolah yang telah bekerja sama dengan kami selama ini yang diambil dari Mazmur 92.


II. TUJUAN

Tujuan pendirian Sekolah Tinggi Teologi Arastamar Merauke (STAM) adalah:

1. Untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945;
2. Untuk melaksanakan visi-misi:“To Reach The Unreach People” “Menjangkau Yang Belum Terjangkau” yaitu mereka yang sampai saat ini belum tersentuh oleh pelayanan pemberitaan Injil Yesus Kristus yang menyelamatkan jiwa manusia (Mrk. 16:15);
3. Untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang siap pakai sesuai dengan kebutuhan lapangan. Dalam hal ini, STTAM berusaha untuk membina, membimbing, mempersiapkan dan memperlengkapi setiap anak-anak Tuhan (putra/i daerah Papua) untuk melayani Tuhan di pedesaan/pedalaman Merauke dan sekitarnya di propinsi Papua. Hamba-hamba Tuhan dimaksud diharapkan kokoh dalam pengajaran Firman Tuhan yang murni, dewasa, berjiwa dinamis, memiliki integritas moral yang tinggi dalam kesucian serta mampu mengembangkan pelayanan yang ditopang oleh hubungan yang intim dengan Roh Kudus;
4. Untuk Menghemat atau mengurangi biaya operasional yang terlalu tinggi jika harus mendatangkan tenaga pelayan dari luar Papua. Atau dengan kata lain, upaya untuk mencapai visi-misi STTAM dengan biaya yang seminimal mungkin.












III. LAMBANG DAN FILSAFAT PENDIDIKAN STTA Merauke

Arti Lambang STTA Merauke





























Filsafat Pendidikan STTAM

Filsafat Pendidikan dan Pembinaan di STTAM, mengacu kepada arti nama Arastamar. Arastamar berasal dari dua kata yaitu Aras dan Tamar (Korma) tercantum dalam Mazmur 92:12-16.

1. Aras

Pohon Aras sangat dikenal di Palestina sebagai pohon yang kuat. Karena itu, dipakai sebagai bahan bangunan rumah dan kapal. Pohon ini rindang dan tinggi sehingga burung-burung dapat bersarang dan tinggal, serta banyak binatang datang berteduh. Karena pohon Aras kuat, maka dipakai sebagai bahan utama untuk membangun Bait Allah (Tiang Utama Bait Allah). Ada sejenis pohon Aras yang kulitnya harum, kerena itu digunakan sebagai bahan dupa persembahan ukupan di Bait Allah. Dengan demikian, diharapkan setiap Mahasiswa, Alumni, Staf Dosen STTAM menjadi tiang-tiang penopang dalam pembangunan Gereja-gereja Tuhan di Indonesia dengan berdiri kokoh, kuat dan missioner. Gembala-gembala dan Penginjil-penginjil yang disenangi orang karena pada mereka ditemukan kelegaan, keamanan dan kenyamanan yang sejati di dalam Yesus.



2. Tamar/Korma

Pohon ini mempunyai keunikan pada batang dan akarnya, sehingga pohon ini memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan pohon yang lain. Batang Pohon Tamar/Korma selalu berair, yang memungkinkannya dapat bertahan terhadap panas terik matahari. Akarnya selalu merambat ke segala arah, sehingga dapat tahan terhadap badai, angin kencang dan topan yang melanda. Ciri khas inilah yang membuat pohon Tamar/Korma menjadi satu-satunya pohon yang dapat hidup di gurun pasir. Akarnya selalu merambat ke bawah, ke samping dan tidak akan berhanti sebelum mendapatkan air. Keagungan ciri khasnya adalah setia menyimpan air di tengah akar dan di dalam batangnya. Karena itu pohon Tamar/Korma selalu dirindukan oleh para musyafir di Padang Gurun. Buahnya juga mengandung Vitamin C, bahkan menjadi obat untuk berbagai jenis penyakit lain. Dengan demikian, diharapkan setiap Mahasiswa, Alumni, Staf Dosen STTAM terus menggali Firman Allah sampai menemukan intisarinya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain, tabah, sopan dan bermoral dalam tingkah laku kesehariannya. menjadi hamba Tuhan yang kokoh dalam pengajaran rasuli sesuai dengan Alkitab serta berpegang teguh pada doktrin-doktrin Injili sepanjang masa, handal dalam merintis Gereja baru yang missioner, elok, sopan dan memiliki integritas moral yang tinggi, jujur, rajin dan selalu menjaga hubungan yang intim dengan Roh Kudus sebagai Penolong yang sejati.



IV. PROGRAM STUDI

Sejak Agustus 2005 STTA Merauke telah memulai perkuliahan untuk program regular untuk Diploma 2 (D-2), yang meliputi tiga jurusan yaitu Teologi (Kependetaan), Pendidikan Agama Kristen (PAK), dan jenjang studi Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) (Setingkat SLTA/Sekolah Alkitab) yang telah diakreditasi dengan status Ijin Penyelenggaraan dari Departemen Agama Republik Indonesia No: DJ.III/PP.03.2/502/4452/2006 tentang Ijin Penyelenggaraan Pada Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) tertanggal 18 Oktober 2006.

- Jurusan Teologi, bertujuan untuk mempersiapkan hamba-hamba Tuhan, baik Pendeta maupun Penginjil yang handal.

- Jurusan Pendidikan Agama Kristen, bertujuan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga guru Agama Kristen yang mampu membina warga Kristen di tempat dimana dia diutus.



V. KEMAHASISWAAN

Adapun siswa/i dan mahasiswa/i angakatan III, IV dan V yang terdaftar pada tahun Akademik 2009/2010 berjumlah 142 orang (Pria 60 0rg + Wanita 81 org) dengan perincian,

Angkatan III

o Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) 9 orang.
o D-2 PAK/Teologi 12 orang
o D-2 PGSD 79 orang

Angkatan IV:

o Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK) 8 orang
o D-2 PAK/Teologi 10 orang
o D-2 PGSD 27 orang

Angkatan V:

o Program Sertifikat Teologi (SMTK) 9 orang
o D-2 PAK/Teologi 10 orang
o D-2 PGSD 17 orang


Dengan demikian, jumlah total siswa/i dan mahasiswa/i STTA Meraukeyang aktif kuliah hingga Marert 2007 sebanyak 117 orang.

Dari jumlah tersebut 90 % berasal dari pedalaman Papua yang secara ekonomi sangat memprihatinkan. Dengan demikian, untuk pengawasaan dan pembinaan yang efektif, STTA Merauke menerapkan pola pengawasan terpadu dengan menyediakan tempat penampungan atau asrama. Di asrama ini mereka di sediakan fasilitas makan dan minum oleh pihak STTA Merauke.



VI. SISTEM PEMBAYARAN BIAYA KULIAH

Pembiayaan yang dianjurkan kepada siswa/i dan mahasiswa/i di STTA Meraukesebagai berikut :

- Uang Kuliah perbulan Rp. 150.000,-
- Uang Asrama (bagi yang tinggal di asrama) Rp. 50.000,-
- Uang Makan Rp. 50.000,- +
Total perbulan Rp. 250.000,-

Walaupun demikian, sistem pembayaran biaya kuliah di STTA Merauke berdasarkan kemampuan atau tingkat ekonomi masing-masing siswa. Artinya, mereka dapat membayar sesuai dengan kesanggupannya. Namun berdasarkan pengamatan kami, hungga Maret 2006, 98 % dari jumlah siswa tersebut tidak mampu membayar biaya kuliah. Dalam hal ini STTA Merauke yang harus menanggulangi kekurangan biaya studi dan makan mahasiswa sehari-hari bagi mereka yang tinggal di asrama.


VII. KEUANGAN

STTA Merauke berada di bawah naungan Yayasan Bina Setia Indonesia (YBSI) cabang Merauke, yaitu salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang Pendidikan, Sosial, dan Keagamaan yang bukan bersifat badan usaha, maka hingga saat ini STTA Merauke tidak memiliki sumber dana yang tetap. Biaya operasional selama ini diperoleh dari persembahan atau bantuan dari Lembaga, Gereja, atau pribadi yang terbeban untuk membantu pelayanan kami. (Data Rancangan Anggaran Belanja (RAB) dan laporan keuangan terlampir).


VIII. AKADEMIK

Kurikulum yang diterapkan di STTA Merauke disesuaikan dengan kurikulum yang diterapkan di SETIA Jakarta, yang berdasarkan Kurikulum yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen Depaertemen Agama Republik Indonesia.




IX. PELUANG

Adapun peluang yang menjadi alasan dibukanya STTA Merauke antara lain :

Pertama, pengalaman para hamba Tuhan yang dikirim untuk merintis pelayanan di pedalaman Merauke dan sekitarnya ternyata diterima dengan baik karena berhasil mengembangkan daerah mereka.

Kedua, karena masih sedikit Sekolah Tinggi Teologi, khususnya Kabupaten Merauke dan sekitarnya. Dengan demikian kami melihat prospek yang bagus ke depan.

Ketiga, rencana pemekaran Kabupaten Merauke yang nantinya menjadi Provinsi Papua Selatan. Berarti STTA Merauke akan menjadi salah satu Sekolah Tinggi Teologi di wilayah Provinsi Papua Selatan yang peduli terhadap mereka yang belum terjangaku.


X. TANTANGAN DAN PERGUMULAN

Dalam pengembangan dan pertumbuhan pelayanan, tantangan merupakan hal yang wajar. Hal ini juga dialami oleh STTA Merauke.

Pertama, tantangan yang menjadi pergumulan kami, yaitu belum adanya fasilitas pendukung milik sendiri seperti Gedung Kampus untuk kuliah, Gedung Asrama, Alat Transportasi, ATK, serta alat komunikasi dan fasilitas pendukung lainnya sehingga sampai dengan saat ini kami masih mengontrak.

Kedua, tantangan tidak langsung datang dari kondisi alam yang menenantang dengan alat transportasi yang minim, menuntut biaya transportasi yang sangat tinggi. Hal ini ikut mempengaruhi keadaaan ekonomi atau biaya hidup yang tinggi pula.


XI. STAF KANTOR DAN DOSEN

STTA Merauke ditangani oleh staf dan dosen-dosen pengajar yang berkompeten di bidangnya masing-massing, baik untuk jurusan PAK maupun jurusan Teologi. Tenaga-tenaga tersebut adalah para hamba Tuhan yang ada di Merauke, dari Jakarta bahkan dari luar negri (Data terlampir). Semua tenaga staf kantor dan dosen pengajar yang bersangkutan dalam pengabdiannya di STTA Merauke bersifat sukarela dan digaji oleh STTA Merauke seadanya. Walaupun secara matematis dibandingkan dengan biaya hidup yang sangat tinggi, tidak mencukupi, namun semuanya melayani dengan penuh sukacita.


XII. PENUTUP

Profil ini dibuat dalam rangka sosialisasi atau perkenalan bagi sidang pembaca yang mungkin belum mengenal STTA Merauke dan semakin menguatkan komitmen mereka yang telah mengambil bagian selama ini.

Kami keluarga besar Sekolah Tinggi Teologi Arastamar (STTA) Merauke sangat mengharapkan dukungan dari sidang pembaca yang membaca profil ini. Kami siap menerima setiap dukungan, baik dalam hal doa, tenaga dan dana, guna kelangsungan oprasional STTA Merauke ke depan.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung pelayanan kami, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kiranya Tuhan, Sumber segala berkat memberkati Bapa/Ibu/Sdr/i dalam kehidupan pribadi, keluarga, usaha dan pelayanan bagi kemuliaan Tuhan.






Merauke, 10 Maret 2010







Pdt. Martinus Manek Nikan, S.Th
Ketua

Selasa, 11 Mei 2010

Tafsiran Ulangan 16

A. Teks Ibrani Kitab Ulangan 16:1-17

xs;P,ê t'yfiä['w> bybiêa'h' vd 1

^yh,²l{a/ hw"ôhy> ^øa]yci’Ah bybiªa'h'( vd

`hl'y>l") ~yIr:ßc.Mimi

rx:åb.yI-rv,a] ‘~AqM'B; rq"+b'W !acoå ^yh,Þl{a/ hw"ïhyl; xs;P,² T'x.b;îz"w> 2

`~v'( Amßv. !KEïv;l. hw"ëhy>

tACßm; wyl'î['-lk;aTo) ~ymi²y" t[;îb.vi #meêx' ‘wyl'[' lk;Ûato-al{ 3

rKoªz>Ti ![;m;äl. ~yIr:êc.mi #r

`^yY<)x; ymeîy> lKoß ~yIr:êc.mi #r

!yliäy"-al{w> ~ymi_y" t[;äb.vi ^ßl.buG>-lk'B. rao°f. ^ïl. ha,’r"yE-al{)w> 4

`rq,Bo)l; !AvßarIh' ~AYðB; br<[,²B' xB;îz>Ti rv,’a] rf'ªB'h;-!mi

hw"ïhy>-rv,a] ^yr<ê['v. dx;äa;B. xs;P'_h;-ta, x:Boåz>li lk;ÞWt al{ï 5

`%l") !tEïnO ^yh,Þl{a/

Amêv. !KEåv;l. ‘^yh,’l{a/ hw"Ühy> rx;’b.yI-rv,a] ~AqúM'h;-la,-~ai( yKiû 6

^ït.ace( d[eÞAm vm,V,êh; aAbåK. br<['_B' xs;P,Þh;-ta, xB;îz>Ti ~v'²

`~yIr")c.Mimi

AB+ ^yh,Þl{a/ hw"ïhy> rx:±b.yI rv<ïa] ~Aq§M'B; T'êl.k;a'äw> ‘T'l.V;biW 7

`^yl,(h'aol. T'Þk.l;h'w> rq,Boêb; t'ynIåp'W

hw"åhyl; ‘tr 8

s `hk'(al'm. hf,Þ[]t; al{ï ^yh,êl{a/

rPoês.li lxeäT' hm'êQ'B; ‘vmer>x, lxeÛh'me %l"+-rP's.Ti t[oßbuv' h['îb.vi 9

`tA[)buv' h['Þb.vi

rv<åa] ^ßd>y" tb;îd>nI tS;²mi ^yh,êl{a/ hw"åhyl; ‘tA[buv' gx;Û t'yfiø['w> 10

`^yh,(l{a/ hw"ïhy> ^ßk.r rv<ïa]K; !TE+Ti

^åD>b.[;w> é^T,biW ^ån>biW hT'’a; ^yh,ªl{a/ hw"åhy> ŸynEåp.li T'úx.m;f'w> 11

rv<åa] hn"ßm'l.a;h'w> ~AtïY"h;w> rGE±h;w> ^yr<ê['v.Bi rv<åa] ‘ywILeh;w> è^t,m'a]w:

`~v'( Amßv. !KEïv;l. ^yh,êl{a/ hw"åhy> ‘rx;b.yI rv<Üa] ~AqªM'B; ^B<+r>qiB.

~yQIßxuh;¥-ta, t'yfiê['w> T"år>m;v'w> ~yIr"+c.miB. t'yyIßh' db,[,î-yKi T'êr>k;z"åw> 12

p `hL,ae(h'

`^b<)q.YImiW ^ßn>r>G"mI) ^êP.s.a'’B. ~ymi_y" t[;äb.vi ^ßl. hf,î[]T; tKo±Suh; gx;ó 13

ywI©Leh;w> ^t,êm'a]w: ^åD>b.[;w> ‘^T,’biW ^Ün>biW hT'’a; ^G<+x;B. T'Þx.m;f'w> 14

`^yr<(['v.Bi rv<ïa] hn"ßm'l.a;h'w> ~AtïY"h;w> rGE±h;w>

rx:åb.yI-rv,a] ~AqßM'B; ^yh,êl{a/ hw"åhyl; ‘gxoT' ~ymiªy" t[;äb.vi 15

hfeä[]m; ‘lkob.W ‘^t.a'(WbT. lkoÜB. ^yh,ªl{a/ hw"åhy> ^úk.r yKiä hw"+hy>

`x;me(f' %a:ï t'yyIßh'w> ^yd<êy"

hw"åhy> ŸynEåP.-ta, ^ør>Wkz>-lk' ha,’r"yE hn"³V'B; Ÿ~ymiä['P. vAlåv' 16

tA[ßbuV'h; gx;îb.W tAC±M;h; gx;óB. rx'êb.yI rv<åa] ‘~AqM'B; ^yh,ªl{a/

`~q")yrE hw"ßhy> ynEïP.-ta, ha,²r"yE al{ôw> tAK+Suh; gx;äb.W

s `%l")-!t;n") rv<ïa] ^yh,Þl{a/ hw"ïhy> tK;²r>biK. Ad+y" tn:åT.m;K. vyaiÞ 17

B. Pendahuluan

Berdasarkan pembagian kitab Ulangan yang dilakukan Craigie, Ulangan 16 masuk pada bagian ke 4 yaitu mengenai Peraturan-peraturan Khusus (Pasal 12 - 26). Dalam Ulangan 16:1-17, secara khusus Musa meringkaskan kembali dan menegaskan tentang tiga hari raya utama orang Yahudi, yaitu Hari Raya Paskah, Hari Raya Roti tidak Beragi dan Hari Raya Pondok Daun. Hal ini penting untuk disampaikan kepada generasi kedua dari umat Israel yang keluar dari tanah Mesir, yang siap untuk memasuki tanah perjanjian.

Penegasan Musa kepada umat Israel untuk merayakan ketiga hari raya utama ini sesuai dengan perintah Tuhan yang bertujuan:

1. Sebagai pertemuan kudus umat Tuhan (Im. 23:2).

2. Sebagai peringatan akan perbuatan besar yang dilakukan Allah dari Mesir hingga ke tanah perjanjian (Ul.16:1, 3, 6).

3. Sebagai persiapan bagi bangsa Israel memasuki tanah perjanjian supaya tetap mengingat apa yang telah dikerjakan Tuhan bagi mereka (Kel. 12:24-27; Ul 8:11-16).

4. Sebagai simbol dan bayangan dari hidup dan karya Mesias yang akan datang (Kol. 2:16-17; Ibr. 10:1).

Menurut Craigie, ini memiliki tujuan yang berkaitan dengan masa lampau dan masa yang akan datang.

“….both the past and the future provide an important part of the perspective. The exodus from Egypt is the period from Israel’s past history which finds continuing commemoration in the festival (v.v. 1, 3, 6). The future is anticipated by the reference to the place (that the Lord shall choose, v.2) in the promised Land in which the festival would be celebrated; the place is not specified geographically, but is identified as the place in which the sanctuary of the Lord would be located. The first celebration of the Passover within the promised land is described in Josh.5:10-12 [1].

C. Tafsiran

Dalam tafsiran ini kami membagi berdasarkan pembahasan tiga hari raya yang ada:

1. Hari Raya Paskah dan Roti Tidak Beragi (1 – 8)

Kata ‘rAmv' bentuk kata kerja qal infinitive absolute. Kata ini memiliki beberapa pengertian: 1. watch, guard, 2. be careful about, protect; 3. save, retain: 4. observe, watch, 5. carefully, attentively: 6. keep watch, stand guard: 7. observe, keep.

Dalam hal ini kami memilih definisi yang ke 4, yang kami terjemahkan dengan mengamati, memperhatikan. Karena orang Israel sudah tahu bahwa pada bulan Abib, mereka harus merayakan Paskah dan hari raya Roti tidak Beragi. Pada waktu itu belum ada penanggalan modern seperti sekarang, karena itu mereka harus mengamati dan memperhatikan penanggalan berdasarkan bulan (band. dengan umat Muslim).

Selain berkaitan dengan hal tersebut di atas, bulan Abib menjadi acuan bagi mereka, karena pada waktu bangsa Israel keluar dari Mesir terjadi pada bulan Abib[2].

xs;P,ê t'yfiä['w> Kata t'yfiä['w> berasal dari kata w> konsekutif + kata kerja qal perfek dua maskulin singular dari hf'[' yang berarti: to do, make. Bagi kami kedua pengertian ini menunjuk kepada perintah untuk merayakan Paskah yang tidak berbeda dengan terjemahan LAI.

Paskah (Ibrani חספPESAKH), berasal dari kata kerja חספPASAKH yang artinya 'melewatkan' dengan makna 'menyelamatkan' (Keluaran 12:13, 27 dst). Jelas, pandangan yg mengatakan bahwa Allah secara harfiah 'melewati' rumah-rumah orang Israel yg sudah berlabur darah dan membunuh orang-orang Mesir, mempunyai makna yang cocok. Istilah Paskah dipakai baik untuk perayaan maupun untuk hewan korban[3].

Perayaan Paskah yg digambarkan dalam Ulangan pasal 16 dalam beberapa segi yang penting berbeda dari perayaan Paskah dalam Keluaran 12. Tekanan diberikan kepada darah yang menghilang; upacara yang khas bersifat rumah tangga sudah menjadi suatu persembahan resmi pada pusat tempat.kudus, dengan adanya pilihan yang agak lebih luas tentang binatang korbannya. Ayat 7, menyebut 'memasak' bukan memanggang korban itu. Hari Raya Paskah dan Hari Raya Roti Tidak Beragi, yang di sini disebut roti penderitaan, sudah dibaurkan lebih seksama dibandingkan dalam Keluaran. Ini merupakan perkembangan, peristiwa itu diubah menjadi peringatan, bukan pertentangan; lagi pula cocok dengan bukti PB.

Ada perbedaan perayaan Paskah menurut Keluaran dan Ulangan. Hal ini terjadi oleh karena situasi yang sudah berbeda.

Perbandingan Paskah dalam Keluaran dan Ulangan

Paskah dalam Keluaran (Kel. 12:1-28)

Paskah dalam Ulangan (Ul. 16:1-8)

- Pelaksana : kaum keluarga

- Pelaksana : kolektif sebagai bangsa

- Tempat : di rumah masing-masing

- Tempat : di tempat yang ditentukan Tuhan

- Korban : harus dibakar

- Korban : tidak harus dibakar

- Darah korban : dioles di tiang dan am-bang pintu

- Darah korban : dicurahkan

Paskah di Mesir (Keluaran) dilaksanakan secara pribadi atau dalam keluarga masing-masing, sedangkan dalam Ulangan dilaksanakan secara kolektif sebagai satu bangsa. Hal ini ditegaskan ole Craigie bahawa:

In Egypt, the Israelites had been a number of families under the suzerainty of a worldly power. After the exodus and forming of the covenant at Sinai, Israel became a single nation, the family of God…….[4]

Di tempat yang akan dipilih TUHAN untuk membuat nama-Nya diam di sana. Menjadi pertanyaan mengapa harus dirayakan di tempat yang dipilih TUHAN? Selain supaya tempat itu nantinya untuk membuat nama-Nya diam di sana, tetapi juga untuk mengumpulkan umat Israel di suatu tempat tertentu. Merrill menegaskan bahwa:

It presupposed conquest and occupation that would result in widespread settlement. So great would be the distances from far-flung parts of the nation to any central place that long journeys would be required [5].

Hari Raya Roti tidak Beragi dalam bahasa Ibrani disebut tACßM;h; gx;î. Disebut Hari Raya Roti tidak Beragi karena selama 7 hari, yaitu mulai tanggal 15 – 21 Abib / Nisan semua orang Israel tidak boleh membuat dan memakan roti yang beragi. Tujuan perayaan Hari Raya Roti tidak Beragi ini adalah untuk mengingat kembali peristiwa bangsa Israel diusir dari Mesir sehingga mereka harus tergesa-gesa meninggalkan Mesir (Kel. 12:39) dan tidak sempat membuat roti beragi.

The bread they were confined to is here called bread of affliction, because neither grateful to the taste nor easy of digestion, and therefore proper to signify the heaviness of their spirits in their bondage and to keep in remembrance the haste in which they came out, the case being so urgent that they could not stay for the leavening of the bread they took with them for their march.[6]

Hari pertama dan hari ketujuh dari perayaan Roti tidak Beragi, harus diadakan pertemuan kudus. Selama tujuh hari mereka harus mempersembahkan 14 belas ekor lembu jantan, 7 ekor domba jantan dan 49 ekor anak domba dan 7 ekor kambing.

2. Hari Raya Tujuh Minggu atau Pentakosta (9-12)

Hari Raya Tujuh Minggu ini disebut juga Hari Raya Menuai dan Hari Raya Bungaran (Keluaran 23:16; 34:22; Bilangan 28:26). Kemudian, hari itu dikenal sebagai Hari Raya Pentakosta karena dirayakan pada hari ke-50 dihitung dari hari sabat permulaan Hari Raya Paskah. Hari ini ditandai dengan perkumpulan atau pertemuan kudus dan mempersembahkan korban-korban.
Hari Raya Pentakosta dirayakan pada hari kelima puluh sesudah Paskah, bertepatan waktunya dengan hari raya tuaian; pada hari itu, sehabis "tujuh minggu" (inilah kira-kira waktu penuaian) dipersembahkan "hasil pertama bumi; inilah pesta "buah-buah pertama", hari raya ketujuh minggu. Pada hari raya ini kita ketahui terjadinya pencurahan Roh Kudus dan Yesus Kristus adalah Pembaptis dengan Roh Kudus.

Kata bersukaria T'úx.m;f'w> qal perfek orang kedua maskulin tunggal dari kata xm;f' menurut kami LAI secara tepat menterjemahkan bersukaria. Salah satu tema dalam Ulangan bahwa perayaan itu adalah perayaan sukacita di hadapan TUHAN, yang melibatkan budak-budak untuk mengingat peristiwa yang dikerjakan oleh Tuhan, karena mereka dulu pernah menjadi budak di Mesir.

The most disadvantaged among them were, in fact, especially to be welcomed, for Israel must remember the own bondage in Egypt and how the Lord had freed them so that now they could enjoy such blessings (v.12)[7]

Sukacita dalam persekutuan secara bersama-sama ini juga mengingatkan orang-orang Israel bahwa dahulu mereka terpisah-pisah dan tercerai-berai.

3. Hari Raya Pondok Daun (13 – 17)

Hari Raya Pondok Daun adalah sebuah hari raya Yahudi; merupakan perayaan pengucapan syukur atas hasil panen. Pada perayaan itu orang-orang Israel tinggal dalam pondok-pondok yang terbuat dari daun sebagai peringatan akan zaman pengembaraan dalam padang belantara (Imamat 23:33-44).

Biasanya orang Yahudi membangun kemah atau tenda yang beratapkan daun palm atau paling tidak ada daun palm di kemahnya. Dan ada satu kemah sebagai tempat pertemuan kudus dan temapt mempersembahkan kurban-kurban. Kemah ini adalah tempat ibadah sentral yang dapat dipindah-pindahkan oleh bangsa Israel sejak masa mereka meninggalkan Mesir setelah peristiwa Exodus (pembebasan dari Mesir), hingga masa para hakim ketika mereka terlibat dalam upaya penaklukan negeri Kanaan, hingga unsur-unsurnya dijadikan bagian dari Bait Allah yang final di Yerusalem sekitar abad ke-10 SM [8].

Dari ayat 14, dinyatakan bahwa hari raya ini harus diikuti oleh semua orang yang ada di dalam rumah, sehingga perayaan ini tidak terbatas hanya bagi orang Yahudi atau mereka yang sudah masuk agama Yahudi.

Hari Raya Pondok Daun inilah yang menjadi puncak dari hari raya tujuh minggu atau Pentakosta[9].

Pada hari yang ketujuh Imam akan mencurahkan air yang diambil dari kolam Shiloam dan umat Israel akan bersorak-sorai dan menyanyikan Mazmur 113-118. Makna pencurahan air ini merupakan harapan akan adanya hujan di tahun yang akan datang dan sekaligus harapan prophetik akan adanya penebusan oleh Mesias di masa yang akan datang dan Tuhan berkemah diantara bangsaIsrael. Dalam perayaan tersebut akan dibacakan Yesaya 12:3 sbb, “Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan”. Maka pencurahan air tersebut bermakna pencurahan keselamatan.

Menariknya, Mesias pun merayakan ini dan menghubungkan peristiwa pencurahan air di Bait Suci kepada diri-Nya, saat Dia berkata dalam Yohanes 7:37-39 sbb: “Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan”.

Dalam ayat 16-17 Musa menegaskan kembali kepada setiap laki-laki dari bangsa Israel harus menghadap Tuhan dalam atau harus merayakan tiga hari raya bsar yang telah disebutkan yaitu hari raya Paskah dan Roti tidak Beragi, hari raya Tujuh Minggu atau Pentakosta dan hari raya Pondo Daun. Dalam perayaan-perayaan tersebut, setiap laki-laki atau kepala keluarga dari bangsa Israel tidak boleh menghadap Tuhan dengan tangn hampa tetapi harus membawa persembahan sesuai dengan berkat yang telah Tuhan berikan kepada mereka.

D. Kesimpulan dan Implikasi

1. Ketiga hari raya ini untuk mengingatkan orang Israel akan apa yang telah dikerjakan Allah, sehingga kemampanan di tanah perjanjian tidak menjadikan mereka melupakan Tuhan.

Secara spesifik Hari Raya Paskah dan Roti tidak Beragi, mengingatkan Israel akan peristiwa pembebasan yang dilakukan TUHAN di Mesir dan bagaimana Tuhan melewati rumah-rumah orang Yahudi, sementara rumah-rumah orang Mesir ditulahi. Sedangkan Hari Raya Tujuh Minggu dan Hari Raya Pondok Daun adalah untuk mensyukuri berkat-berkat yang diberikan TUHAN melalui hasil tanah mereka.

2. Darah domba di Mesir menyelamatkan orang-orang Israel dari tulah kematian anak sulung, menggambarkan akan domba paskah (Yesus) yang dikorbankan untuk menyelamatkan umat-Nya dari hukuman dosa atau maut.

3. Paskah dan hari raya roti tidak beragi yang dirayakan bangsa Israel di padang gurun dan di tanah Kanaan telah digenapi dalam paskah yang dirayakan oleh Yesus dan murid-murid-Nya (Mat.26:26, 28) di mana Yesus berkata inilah tubuh-Ku dan inilah darah-Ku, sehingga kita sebagai umat Tuhan, merayakan paskah bukan lagi untuk mengingat perbuatan Tuhan bagi orang Israel yang keluar dari Mesir dan penggembaraan mereka di padang gurun, tetapi perayaan paskah kita adalah untuk mengingat kematian Kristus sebagai Anak Domba Paskah yang telah mengorbankan diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya (Rm. 6:10, 1 Kor. 5:7-8, Ibr. 9:12).

4. Hubungan perayaan hari raya tujuh minggu dengan Pentakosta yaitu: Bangsa Israel merayakan hari raya tujuh minggu atau Pentakosta sebagai hari raya panen pertama atau awal penuaian. Dalam perayaan Pentakosta di Yerusalem, makna Pentakosta yaitu penuaian pertama ini digenapi melalui pencurahan Roh Kudus. Sebagaimana di Gunung Sinai Tuhan memberikan hukum-hukum-Nya dan mendirikan suatu perjanjian yang baru sebagai awal terbentuknya satu bangsa atau umat Israel, demikian juga pada saat hari raya Pentakosta Tuhan mencurahkan Roh Kudus dan terbentuklah umat Tuhan (gereja).

5. Hari Raya Pondok Daun yang dirayakan umat Israel sesuai dengan perintah Tuhan, selain sebagai pengucapan syukur kepada Tuhan sehabis panen, juga agar orang Israel mengingat bahwa selama pengembaraan mereka di padang gurun mereka tinggal di pondok-pondok, sekaligus menggambarkan kehadiran Tuhan bersama dengan mereka. Bagi kita sebagai umat Tuhan, sekarang tidak ada petunjuk mengenai hari raya ini, namun dalam kehidupan sehari-hari harus selalu mengucap syukur atas berkat-berkat Tuhan di dalam keluarga maupun jemaat. Perayaan pondok daun juga sebagai gambaran bahwa kita hidup dalam dunia sementara dan sedang menuju ke hidup yang penuh sukacita. Jadi maka perayaan pondok daun bersifat Eskatologis.



[1] P.C. Craigie, The New International Commentary on the Old Testament the Book of Deuteronomy, ………p. 241.

[2] Bulan Abib (Ibrani, אביב - 'AVIV), yang kemudian disebut bulan Nisan (Ibrani, נִיסָן - NISAN), adalah bulan musim menuai dan waktu terjadinya Paskah pertama, dijadikan bulan pertama dari tahun Yahudi sebagai penghormatan (Keluaran 12:2; Ulangan 16:1; bandingkan Imamat 23:5; Bilangan 9:1-5; 28:16).

[3] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (M-Z), Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996, hlm. 205.

[4] P.C. Craigie, The New International Commentary on the Old Testament the Book of Deuteronomy, ………p. 242

[5] Eugene H. Merrill, NIV The New American Commentary; Broatman and Holmann Publisher; 1994; p. 252

[6] Matthew Henry, Commentary ……………..,

[7] Merrill, Op. Ci; p. 254

[8] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (A-L), Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996, hlm. 367.

[9] Merrill, Op. Cit; p. 255

Orang Kristen dan Kerusakan Lingkungan Hidup